Cita-Cita Melanjutkan Sekolah dan Struggling Belajar IELTS

Saya pernah punya cita-cita sekolah S2 di luar negeri. Awal-awalnya memang biar keliatan keren 😀 . Serius. Tapi sebenarnya saya terinspirasi cerita Bapak saya dimana beliau menempuh Pendidikan sarjana di Mesir. Jangan dibayangkan kayak jaman sekarang ya, dimana kita dengan mudah menemukan segala informasi lewat internet, kemudahan akses dan transportasi. Semua itu blm ada di tahun 1950-an. Terlebih Bapak lahir dan besar dari keluarga sederhana, tidak mudah. Mbah abah dan mbah bibik (kakek nenek saya) adalah petani. Bapak harus banting tulang ngumpulin biaya untuk paling tidak bisa ke Jakarta.

Singkat cerita Bapak berkesempatan kuliah sarjana di Mesir. Titik keberangkatan tentu saja dari Jakarta, tapi bukan naik pesawat, melainkan naik kapal laut. Biayanya dari mana? Bapak sempat bekerja serabutan di Jakarta sampai akhirnya ada seorang dermawan yang berkenan meminjamkan uangnya untuk biaya keberangkatan Bapak (yang sekembalinya Bapak ke Indonesia alhamdulillah pinjaman tersebut bisa dikembalikan Bapak). Cerita Bapak, saat di Jakarta bapak Cuma punya satu baju yang melekat di badan dan akhirnya bisa berangkat naik kapal perjalanan 4 bulan menuju Mesir. Di Mesir inilah bapak juga bertemu dengan Gusdur sebagai salah satu teman kuliahnya.

Kembali ke cerita saya. Jadi saya pernah pengeeeeeeen sekali sekolah di luar negeri. Tapi entah saya dulu kesirep apa, begitu kerja di Jakarta saya malah menikmati kerjaan saya sampe lupa sama mimpi saya. Tapi saya sempet inget sebentar sih terus ngebatin “ah, mudah2an saya bisa dapat beasiswa dari kantor jadi bisa S2 di luar negeri”. Ee tapi saya kemudian menikah dan sibuk ngurus 3 anak laki-laki ditambah bapake anak-anak. Kesempatan mendapat beasiswa dari kantor pupus sudah gaess.. karena saya struggling ngurus anak sekaligus mengupayakan otak ini bs focus mikirin kerjaan. It is not a piece of cake. Nilai kinerja saya ngepas (kalau gak boleh dibilang rendah, yaaa gimana ya.. setahun sekali cuti melahirkan soalnya. Owokwkwkwwkk), makanya gak mungkin dapat tawaran beasiswa kantor.

Begitu anak ketiga sudah agak besar (2 tahun) dan mungkin karena saya stuck di situ2 aja di kerjaan saya, muncullah kembali memori memiliki cita-cita sekolah ke luar negeri itu tadi. Awal sempat ragu, usia sudah 33 tahun waktu itu. Apa masih bisa mikir? Udah lama gak pake Bahasa inggris. Udah lama gak belajar yang serius2. Apa iya saya bisa? Tapi karena dilanda rasa jenuh yang luar biasa ditambah ketemu pandemic, jadilah saya belajar Bahasa inggris sebagai pengalihan (daripada stress) sambal scrol2 cari course yang pas.

Berjuang belajar IELTS

Hal pertama yang saya harus kejar adalah score sertifikasi Bahasa Inggris. Jaman kuliah dulu memang sempat ambil TOEFL. TOEFL ITP tapiii.. dan score saya gak jelek2 amat, mayan lah bisa buat daftar kerjaan saya di kantor sekarang. Tapi itu sudah hampir 12 tahun lalu. Dan selama 12 tahun itu saya gak make Bahasa inggris sama sekali. Eh pernah sih tes TOEIC 10 tahun lalu, tapi nilainya juga di border line. Akhirnya saya mau coba IELTS karena tes ini hampir diterima di seluruh univ di luar negeri.

Buat yang belum tahu, IELTS ini ada 2 jenis : General (biasanya untuk mereka yang membutuhkan syarat bekerja di luar negeri/imigran) dan Academic (biasanya untuk mereka yang keluar negeri untuk sekolah). Soalnya terdiri dari 4 section: Listening, Reading, Writing dan Speaking. Tipe soalnya gak cuma pilihan ganda, ada completion, matching heading, maps, graphic, true-false question, suka2 yang ngasih soal aja. Oia, untuk speakingnya face-to-face sama examiner yang mostly bule, ngobrol sekitar 15 menit. Rentang score IELTS dari 0 sampai 9.

Oke, singkat cerita di Juli 2020, mulailah saya cari referensi tempat kursus. Kok gak belajar sendiri? Saya tipical orang yang kalau belajar musti ditungguin, musti dikasih target, musti dipecut biar lari. Jadi musti cari pegangan, cari kursusan, cari temen, cari mentor, cari guru. Ketemulah salah satu pengajar IELTS, Namanya mbak Deva. Seru sih kursus sama beliau. Berhubung kursus IELTS ini lebih ke strateginya i/o naikin skill English, mau gak mau saya musti belajar untuk naikin skill English saya sendiri.. vocab, grammar, pronunciation, idioms, etc. lewat apa? Nonton film, baca novel inggris, nonton video2 kuliah akademik di luar. Sulit ternyata dan saya sempat putus asa. Mock up test IELTS saya pertama mentok di 5.5. syarat bisa daftar beberapa beasiswa dan course universitas luar negeri adalah 6.5 dengan masing2 skill gak boleh dibawah 6. Saya stress.

Selesai kursus sama mbak Deva, saya harusnya ambil post-test atau mock up tes IELTS sekali lagi, buat ngliat apakah ada progress atau nggak. Tapi saking gak PEDE nya saya gak ambil-ambil deh itu sampe 3 bulan. Hahahaha. Di rentang waktu itu saya ambil kursusan di tempat lain, yang khusus buat latihan2 soal aja. Kenapa gak latihan aja sendiri banyak-banyak? Nah seperti yang saya bilang di paragraph sebelumnya, kalau saya sendiri, bisa2 saya tinggal tidur i/o ngerjain soal. Beruntung saya dapat tempat kursus yang pas. Harga affordable, dapet mentor yang yahuud dan dapat temen baru pula. Oia saya jg privat speaking dengan salah satu teacher dari Pare, Kediri. Namanya Mr. Leo. Beliau pinter parah soal grammar dan structure, alhasil saya jadi tahu saya banyak sekali salahnya, B-U-A-N-Y-A-K. Tapi saya hantam aja. Dari yang awalnya sedih dan insecure karena salah melulu, sampe “bodo amat” speaking banyak salah yang penting ada progress. Wkwk.

saya bersyukur belajar writing IELTS, saya jadi belajar critical thinking, jadi belajar struktur nulis essay yang bagus, belajar untuk to the point

3 bulan kursus yang full latihan, saya masih gak PEDE. Writing academic adalah bagian tersulit. Jangankan nulis dalam Bahasa inggris, nulis dalam Bahasa Indonesia saja saya masih kemana-mana bahasanya gak terstruktur. Tapi saya bersyukur belajar writing IELTS, saya jadi belajar critical thinking, jadi belajar struktur nulis essay yang bagus, belajar untuk to the point. Jaman saya sekolah dulu, kalau bagian pelajaran ngarang belajarnya malah gmn caranya karangan kita bisa Panjang-panjang, makin Panjang makin bagus. Masih ingat ujian PPKn? Carilah jawaban yang paling Panjang. Wkwkwkkw. Padahal hal itu bertolak belakang sekali dengan writing in English. Kita diminta to the point, jumlah kata dibatasi, musti jelas strukturnya: opening, main idea, explanation, example, conclusion. Makin kita bertele-tele makin jatuh score kita.

Di Bulan Mei 2021, tepat seminggu sebelum lebaran, salah satu teman kursus saya tiba-tiba mengontak saya dan mengajak ambil official test IELTS. Wait, what? Panik gak? Panik gak? Gak sih..saya waktu itu mau bilang gak mau. HAHHAHAHA. Tapi mbak Laras, teman saya ini, bilang “mbak, mumpung masih anget otak kita belajar ielts mending ambil sekarang”. Wow. Bener juga ya. Akhirnya antara pede gak pede kami sepakat ambil official test 12 Juni, untuk biaya sekali test IELTS sekitar 2.9 juta (menysuaikan kurs). Jadi bayangin betapa berat beban otak ini membayangkan: kalau score nya gak nyampe…nangis bombaaay byebye 2.9 juta. T_T

Oke, selama 2 minggu kami intens latihan speaking berdua, sehari bisa 2 kali, siang hari saat istirahat WFH dan malam setelah magrib, plus latihan writing, listening, reading banyak-banyak dengan mentor di tempat kursus sebelumnya (jadi tempat kursus saya itu ngasih extra class gratis bagi yang sudah punya jadwal official test).

Hari H

Daaan.. tibalah hari tes IELTS. Deg-deg an dooong. Kami sengaja mendaftar official test IELTS di IALF Kuningan, Jakarta. Tepatnya di Menara Selatan, tepat di sebrang halte busway. Sengaja cari di situ karena akses kendaraan umum mudah. Tapi karena kondisi pandemi saya berangkat dengan grab car. Sebagai informasi, Official Test IELTS di Indonesia diselenggarakan hanya oleh 3 lembaga Resmi : British Council, IDP dan IALF. Daftarnya via website, bisa pilih jadwal (hari dan jamnya) dan biayanya bisa ditransfer. Bisa reschedule jadwal asal sebulan sebelumnya. Oia, sejak pandemic, ketika kondisi covid sedang parah, jadwal IELTS bisa di postpone sementara waktu sampai pemberitahuan lebih lanjut. Saran saya, lebih baik jauh-jauh hari mendaftar, 1.5 bulan sebelumnya kalau perlu.

Oia, IELTS tes bisa diambil dengan 2 metode, paper-based atau computer based, bisa pilih salah satu. Sesuai namanya, satunya menggunakan pensil dan kertas dalam mengerjakan, sedangkan yang kedua dikerjakan dengan computer. Dua-dua nya harus hadir ditempat, belum ada metode online untuk test IELTS.

Saya dan Mbak Laras mengambil Computer-Based Test karena lebih familiar menggunakan computer, selain memudahkan pada saat mengetik (apabila terbiasa mengetik di keyboard) juga gak pusing menghitung jumlah kata saat writing karena word count by system. Hasil testnya pun terbilang lebih cepat, di hari ke-3 sudah bisa cek score via web, di hari ke 5 sertifikat resminya sudah bisa keluar. Namun, ada juga yang mengambil paper-based karena merasa lebih nyaman (saat reading bisa corat-coret/menandai kata tertentu dengan pensil, atau saat listening juga bs corat-coret di kertas soal). Untuk hasil paper based bisa didapat setelah 13-15 hari kerja setelah tes. Sesuaikan saja dengan kebutuhan dan kenyamanan.

Jadwal ujian kami jam 9 tapi kami harus hadir jam 07.30 untuk registrasi. Karena kondisi pandemic, prokes ketat sekali. Semua barang wajib dititipkan di tempat penitipan termasuk jam tangan dan handphone. Hanya boleh membawa air minum dalam kemasan transparan. Kami duduk berjarak dan dipanggil satu-satu untuk scan sidik jari dan foto untuk sertifikat. Setiap akan memulai tes, kami diminta membuka masker sebentar untuk mencocokan dengan foto ID (bisa KTP atau passport).

Selanjutnya kami masuk satu persatu ke dalam ruangan (mirip lab computer) untuk mengerjakan listening, reading dan writing. Peserta tes duduk di masing-masing cubical. Masing-masing peserta diberi userID dan password berbeda untuk login di komputer. Oia soal IELTS nya pun bisa jadi berbeda satu sama lain, sehingga hampir tidak mungkin kita mau intip2 layar lain.  Hehehe. Lagipula keburu kehabisan waktu cyin. Layar computer yang disediakan besar sehingga memudahkan saat scrolling terutama saat reading section. Oia, supaya familiar bisa latihan terlebih dahulu di web IDP, disana ada contoh soal IELTS Computer-Based.

Selesai di depan layar computer, peserta diberi waktu istirahat sekitar satu jam setelah sebelumnya diberi urutan jadwal speaking. Kami gunakan waktu istirahat untuk makan dan sholat dhuhur. Dan.. tibalah waktu speaking. Jreeeng jreeeng jreeng. Deg2an banget. Saya mendapat giliran ketiga (sesuai jam yang saya pilih saat mendaftar di web). Dapat examiner yang sepertinya orang Asia (entah Indonesia atau bukan, tapi sepertinya Singaporean). And here we go. Part 1 saya babat habis gak pake mikir. Bukan karena jago, tp krn beneran gak bisa mikir saking deg2annya hahahhaa. Part 2 mulai hilang arah karena dapat topic yang cukup relate tp malah overthinking. Part 3 Alhamdulillah lancer meski pertanyaannya susah2.

Selesai test, auto laper dan hauus. Tapi legaaaaaa. Alhamdulillah akhirnya selesai juga. Seminggu terakhir sebelum test memang saya agak begadang2 tipis2, alhasil badan langsung tepar malamnya.

Kira-kira berapa score saya ya?

Tunggu di tulisan saya selanjutnya yaaa 😀



3 responses to “Cita-Cita Melanjutkan Sekolah dan Struggling Belajar IELTS”

  1. Adhera Septyandi P. Avatar
    Adhera Septyandi P.

    Pagi, Mbak. Makasi yaa atas sharing pengalamannya, kebetulan sekarang sy lagi di fase belajar IELTS nih hehe. Mau tanya, Mbak. Itu tempet kursusnya online apa offline yaa? Terus mau minta sarannya, kalo boleh review yg paling recommended yg mana. Saya struggle di grammar, writing, sama speaking. Makasi 🙏

    1. Hai Kak Adhera, tempat kursusnya full online kak karena sedang pandemi. Pertama saya kursus sama mbak deva, bisa dicek di IG beliau @devartha atau @transforme, kebetulan mbak Deva ini founder lembaga Transforme. Untuk kursus kelasnya saya dengan @ieltspresso, tiap bulan sepertinya buka kelas baru, kmrn saya dapat pas diskon jelang ramadhan, lumayan banget diskonnya hampir separonya. Kalau private speakingnya saya dengan Mr. Leo, dari Pare-Kediri. Bisa email ke saya afirahma@gmail.com atau DM IG saya @afirahma ya jika tertarik CP nya Mr. Leo ini.

      Kalau ditanya yang paling recomended sepertinya tergantung cocok-cocokan masing-masing orang ya kak, dengan mbak Deva saya bisa sambil tanya2 apply beasiswa dan tanya2 soal essay juga. Kemudian karena saya tipe yang harus banyak latihan, ieltspresso cukup membantu sekali dengan jumlah kelas yang banyak, materinya beragam dan harga affordable. Extra classnya membantu banget jelang hari H test.

      Semoga membantu ya kak dan sukses belajar IELTS nya. Semangat!

  2. […] Kebanyakan nulis memo dan surat beneran bikin nulis postingan di blog berasa aneh 😀 seperti postingan saya sebelumnya, kalau saya akan mengambil test IELTS lagi karena syarat penerimaan di kampus inceran saya […]

Leave a comment

About Me

Afi is a working mother with three children enjoying life’s roller coaster. She loves learning and studying something new, even though sometimes she gets dizzy thinking about studying. She is confident as an extrovert, although she sometimes feels introverted at the same time. Likes books, although occasionally lazy to finish them. Likes to travel, only if with children and husband. The office worker who avoids business trips for fear of sleeping alone in a hotel room. :)

Buletin